bahwa hidup bukanlah selebar layar monitor
Dahulu ketika IRC berjaya, hampir tiap hari chatting, bisa berjam-jam sampai mata perih dan lupa tidur. Kaget-kaget, tagihan telepon membengkak tiga ratus persen. Terpaksa menyisihkan uang saku buat bantu mama bayar telepon. Sampai sempat berseteru dengan ortu, ngga pulang ke rumah – di kos aja. Akhirnya dikejutkan dengan waktu kuliah yang sudah lewat tujuh semester. Hari-hari kemudian diisi oleh mencari bahan penulisan skripsi dan berjuang menyelesaikan kuliah dalam sembilan semester.
Kenalan dengan messenger dari yahoo maupun msn, belum lagi tertarik membuat website, serta menyelancari dunia milis membuat dunia internetku tetap berlanjut. Kadang-kadang terperosok dan menghabiskan waktu di situs-situs “dewasa” (saya kira justru itu situs “kekanak-kanakan”, karena orang dewasa kan harusnya tidak menghabiskan waktu untuk membuat atau menikmati situs tersebut, hehehe). Untunglah diselamatkan oleh modem yang tersambar petir, sehingga akses internet pun terhenti.
Pesawat ponsel yang mengakomodasi jaringan gprs masih mahal ketika promo gprs masih gratis. Ketika aku dapat membeli sebuah pesawat ponsel sederhana yang memiliki fasilitas gprs, promo itu sudah berubah menjadi bayar dua puluh lima ribu rupiah per bulannya. Bermodalkan kabel data seharga seratus ribuan, keasyikan berselancar pun kembali dijalani sampai dengan suatu waktu penyedia layanan gprs merubah tarifnya menjadi sepuluh rupiah per kilobyte data. Tagihan ponselku melewati angka satu juta rupiah!
Beruntunglah aku masih dapat mengakses internet selama delapan jam sehari di kantor, sehingga kekecewaanku akibat menutup langganan ponsel terobati. Blogging menjadi sarana yang baik untuk memulai kembali budaya menulis yang sudah lama tak kujalani. Dengan aktivitas internet belakangan itu telah mempereratkan aku kepada seseorang yang kini menjadi ibu dari anakku.
Blogging nyaris menjadi kebutuhan utama selain sandang-pangan-papan, di mana tertulis semua keseharian, buah pikiran serta rekaman gambar-gambar. Belum lagi ditambah dengan komentar-komentar pengunjung yang memranalakan situs blog kami pada situs blog mereka. Pertemanan di dunia maya selayaknya di dunia nyata, berbagi cerita dan pengalaman, menjadikan blogging pengobat kerinduan. Semua itu menjadi sebuah ketagihan yang “memaksa” diri untuk blogging setiap ada waktu.
Tersadar akan kenyataan di antara delapan jam waktu kerja hanya empat jam saja yang benar-benar bekerja, tetap tidak mengurungkan kesibukan blogging. Bahkan aktivitas internet pun bertambah menjadi moderator di berbagai milis, menanggapi tulisan dan membuat sanggahan, atau membuat “khutbah” pribadi. Seakan-akan “that’s the real job”. Dan kenyamanan itu sampai juga pada batasnya ketika mengetahui aktivitas blogging menjadi salah satu penyebab tingginya bandwith yang disediakan oleh kantor. Oleh administrator server, akses ke dunia blogging yang mengarah kepada chatting dan semua situs yang tidak relevan sama sekali dengan pekerjaan diblokir.
Dengan rasa sedih dan terpaksa dinyatakan, “blogging is temporarily suspended”.
Di depan monitor ini, kupalingkan wajah ke sisi lain meja kerjaku, di atasnya menumpuk dokumen-dokumen. Baik yang sudah selesai diproses maupun yang belum tersentuh sama sekali, bahkan melirik tarikhnya sudah lewat berminggu-minggu. Belum lagi menengok kolong meja yang juga terisi bertumpuk dokumen yang belum sempat dirapikan kembali. Tersentak aku kaget, “ternyata selama ini pekerjaanku hanya menyelesaikan yang mendesak saja”.
Kini, ketika blogging tidak lagi terlalu kebutuhan, aku bisa membenahi kembali kehidupan normalku. Pekerjaan yang kusia-siakan, masih saja memberikan aku pemasukan setiap bulannya yang sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Alhamdulillah, Allah, yang selalu teringat ketika waktu salat sudah hampir berganti, masih mengaruniakanku kesempatan untuk teringat kepada-Nya dan mengingatkanku bahwa hidup bukanlah selebar layar monitor :)
[lesson on early january 2007]
Kenalan dengan messenger dari yahoo maupun msn, belum lagi tertarik membuat website, serta menyelancari dunia milis membuat dunia internetku tetap berlanjut. Kadang-kadang terperosok dan menghabiskan waktu di situs-situs “dewasa” (saya kira justru itu situs “kekanak-kanakan”, karena orang dewasa kan harusnya tidak menghabiskan waktu untuk membuat atau menikmati situs tersebut, hehehe). Untunglah diselamatkan oleh modem yang tersambar petir, sehingga akses internet pun terhenti.
Pesawat ponsel yang mengakomodasi jaringan gprs masih mahal ketika promo gprs masih gratis. Ketika aku dapat membeli sebuah pesawat ponsel sederhana yang memiliki fasilitas gprs, promo itu sudah berubah menjadi bayar dua puluh lima ribu rupiah per bulannya. Bermodalkan kabel data seharga seratus ribuan, keasyikan berselancar pun kembali dijalani sampai dengan suatu waktu penyedia layanan gprs merubah tarifnya menjadi sepuluh rupiah per kilobyte data. Tagihan ponselku melewati angka satu juta rupiah!
Beruntunglah aku masih dapat mengakses internet selama delapan jam sehari di kantor, sehingga kekecewaanku akibat menutup langganan ponsel terobati. Blogging menjadi sarana yang baik untuk memulai kembali budaya menulis yang sudah lama tak kujalani. Dengan aktivitas internet belakangan itu telah mempereratkan aku kepada seseorang yang kini menjadi ibu dari anakku.
Blogging nyaris menjadi kebutuhan utama selain sandang-pangan-papan, di mana tertulis semua keseharian, buah pikiran serta rekaman gambar-gambar. Belum lagi ditambah dengan komentar-komentar pengunjung yang memranalakan situs blog kami pada situs blog mereka. Pertemanan di dunia maya selayaknya di dunia nyata, berbagi cerita dan pengalaman, menjadikan blogging pengobat kerinduan. Semua itu menjadi sebuah ketagihan yang “memaksa” diri untuk blogging setiap ada waktu.
Tersadar akan kenyataan di antara delapan jam waktu kerja hanya empat jam saja yang benar-benar bekerja, tetap tidak mengurungkan kesibukan blogging. Bahkan aktivitas internet pun bertambah menjadi moderator di berbagai milis, menanggapi tulisan dan membuat sanggahan, atau membuat “khutbah” pribadi. Seakan-akan “that’s the real job”. Dan kenyamanan itu sampai juga pada batasnya ketika mengetahui aktivitas blogging menjadi salah satu penyebab tingginya bandwith yang disediakan oleh kantor. Oleh administrator server, akses ke dunia blogging yang mengarah kepada chatting dan semua situs yang tidak relevan sama sekali dengan pekerjaan diblokir.
Dengan rasa sedih dan terpaksa dinyatakan, “blogging is temporarily suspended”.
Di depan monitor ini, kupalingkan wajah ke sisi lain meja kerjaku, di atasnya menumpuk dokumen-dokumen. Baik yang sudah selesai diproses maupun yang belum tersentuh sama sekali, bahkan melirik tarikhnya sudah lewat berminggu-minggu. Belum lagi menengok kolong meja yang juga terisi bertumpuk dokumen yang belum sempat dirapikan kembali. Tersentak aku kaget, “ternyata selama ini pekerjaanku hanya menyelesaikan yang mendesak saja”.
Kini, ketika blogging tidak lagi terlalu kebutuhan, aku bisa membenahi kembali kehidupan normalku. Pekerjaan yang kusia-siakan, masih saja memberikan aku pemasukan setiap bulannya yang sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Alhamdulillah, Allah, yang selalu teringat ketika waktu salat sudah hampir berganti, masih mengaruniakanku kesempatan untuk teringat kepada-Nya dan mengingatkanku bahwa hidup bukanlah selebar layar monitor :)
[lesson on early january 2007]
Labels: lessons