menikmati segarnya udara jakarta
Ketika saya ditanya, “mengapa musim hujan terhenti?”, saya tertegun sejenak menyadari bahwa sudah lebih dari dua minggu Jakarta tidak diguyur hujan, tepatnya sejak Natal 2006 yang lalu. Cuaca selama itupun sangat cerah, siang hari dapat terlihat jelas langit biru, awan putih dan pemandangan yang sangat jelas dari jendela ruanganku yang terletak di lantai empat belas gedung kantor. Udara sangat bersih, bebas debu dan polusi. Sedangkan di malam harinya dapat menikmati bintang-bintang yang sinarnya menembus ruang dan waktu, dan bulan yang cahayanya tak terhalang mendung. Benar-benar kondisi yang sangat mahal untuk suasana di Jakarta.
Sayapun membuat analisis kecil-kecilan, bahwa pada akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007 ini begitu banyak hari libur, Natal, Idul Adha, Tahun Baru ditambah dengan liburan semester anak sekolahan. Kondisi ini juga membuat orangtua dari anak-anak yang bersekolah mengambil cuti untuk menemani keluarga berlibur. Dengan begitu volume penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya di Jakarta pun berkurang, hal ini mengurangi jumlah pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor dan membuat langit cerah, udara bersih, dan segar tak tercemar.
Sebaliknya, pada hari-hari biasa para pekerja yang memiliki kendaraan bermotor memenuhi ruas-ruas jalan raya dan menimbulkan kemacetan di mana-mana, belum lagi ditambah dengan tekanan batin (baca: stress) akibat kemacetan justru sering menambah keruwetan, dan juga anak-anak bersekolah sehingga jumlah penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya bertambah. Hal ini masuk akal, karena anak-anak sekolah itu pergi ke sekolah dengan mengendarai sendiri atau diantar oleh ortu maupun sopirnya. Semua kendaraan bermotor itu memroduksi pencemaran udara.
Mengapa anak-anak di masa sekarang pergi ke sekolah dengan kendaraan pribadi? Begitu banyak alasan yang dapat dibuat, di antaranya kekhawatiran ortu terhadap keamanan anaknya di jalan, jauhnya jarak sekolah dari rumah, kenyamanan berkendaraan pribadi karena kalau naik kendaraan umum berpeluh dan berpolusi, dan sebagainya. Padahal jika mau kilas balik ke masa di mana kendaraan pribadi masih sedikit, atau jika mau berkaca kepada negara yang penduduknya memilih berjalan kaki, berkendaraan umum atau naik sepeda, semua alasan tadi perlu dipertanyakan lagi. Ini sebab akibat, seperti mempermasalahkan mana duluan ayam dengan telur.
Jika kita sendiri memiliki niat memperbaiki udara kota Jakarta tidak hanya bersih di saat liburan tetapi sepanjang waktu, tentu saja kita harus mendukung program langit biru dengan mengurangi keseringan kita menggunakan kendaraan pribadi dan memilih kendaraan umum, karena terus terang jika kita telusuri yang menjadi sumber kemacetan adalah kendaraan pribadi, kendaraan umum hanya menjalankan tugasnya mengantar penumpang dan mereka mendapatkan upah dari pekerjaannya itu, sedangkan kendaraan pribadi hanya memuaskan pemiliknya saja.
Upaya penjernihan udara Jakarta sudah dimulai beberapa elemen masyarakat baik secara pribadi, kelompok maupun pemerintahan, misalnya dengan menanam pohon di rumah masing-masing, bersepeda ketika berangkat ke kantor, dan busway. Saya berpikir, ketika semua orang mau menggunakan fasilitas umum, ketika pemerintah mau menyediakan fasilitas umum yang memadai dan nyaman untuk digunakan masyarakat, dan semua bekerja sama untuk membersihkan langit Jakarta dari polusi, insya Allah kesegaran udara Jakarta bukan lagi impian di saat liburan
Pagi ini, dari balik jendela ruangan kantor saya sudah mulai terlihat lagi asap hitam yang menghalangi pemandangan indah pegunungan di timur dan selatan Jakarta serta pemandangan gedung-gedung perkantoran dan hotel di sebelah utara dan barat. Ah, ternyata para pekerja yang cuti sudah mulai kembali masuk kerja, dan senin besok anak-anak sekolah di Jakarta mulai meramaikan lalu lintas. Itu semua berarti saya harus kembali berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan.
Kembali ke pertanyaan di awal tulisan, saya menjawab, “yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya, mungkin Allah menghendaki kita dapat menikmati suasana indah kota Jakarta sebelum kita kena tekanan batin oleh keruwetannya lagi.”
[lesson on 11012007]
happy birthday to dober, keep in faith bro!
Sayapun membuat analisis kecil-kecilan, bahwa pada akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007 ini begitu banyak hari libur, Natal, Idul Adha, Tahun Baru ditambah dengan liburan semester anak sekolahan. Kondisi ini juga membuat orangtua dari anak-anak yang bersekolah mengambil cuti untuk menemani keluarga berlibur. Dengan begitu volume penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya di Jakarta pun berkurang, hal ini mengurangi jumlah pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor dan membuat langit cerah, udara bersih, dan segar tak tercemar.
Sebaliknya, pada hari-hari biasa para pekerja yang memiliki kendaraan bermotor memenuhi ruas-ruas jalan raya dan menimbulkan kemacetan di mana-mana, belum lagi ditambah dengan tekanan batin (baca: stress) akibat kemacetan justru sering menambah keruwetan, dan juga anak-anak bersekolah sehingga jumlah penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya bertambah. Hal ini masuk akal, karena anak-anak sekolah itu pergi ke sekolah dengan mengendarai sendiri atau diantar oleh ortu maupun sopirnya. Semua kendaraan bermotor itu memroduksi pencemaran udara.
Mengapa anak-anak di masa sekarang pergi ke sekolah dengan kendaraan pribadi? Begitu banyak alasan yang dapat dibuat, di antaranya kekhawatiran ortu terhadap keamanan anaknya di jalan, jauhnya jarak sekolah dari rumah, kenyamanan berkendaraan pribadi karena kalau naik kendaraan umum berpeluh dan berpolusi, dan sebagainya. Padahal jika mau kilas balik ke masa di mana kendaraan pribadi masih sedikit, atau jika mau berkaca kepada negara yang penduduknya memilih berjalan kaki, berkendaraan umum atau naik sepeda, semua alasan tadi perlu dipertanyakan lagi. Ini sebab akibat, seperti mempermasalahkan mana duluan ayam dengan telur.
Jika kita sendiri memiliki niat memperbaiki udara kota Jakarta tidak hanya bersih di saat liburan tetapi sepanjang waktu, tentu saja kita harus mendukung program langit biru dengan mengurangi keseringan kita menggunakan kendaraan pribadi dan memilih kendaraan umum, karena terus terang jika kita telusuri yang menjadi sumber kemacetan adalah kendaraan pribadi, kendaraan umum hanya menjalankan tugasnya mengantar penumpang dan mereka mendapatkan upah dari pekerjaannya itu, sedangkan kendaraan pribadi hanya memuaskan pemiliknya saja.
Upaya penjernihan udara Jakarta sudah dimulai beberapa elemen masyarakat baik secara pribadi, kelompok maupun pemerintahan, misalnya dengan menanam pohon di rumah masing-masing, bersepeda ketika berangkat ke kantor, dan busway. Saya berpikir, ketika semua orang mau menggunakan fasilitas umum, ketika pemerintah mau menyediakan fasilitas umum yang memadai dan nyaman untuk digunakan masyarakat, dan semua bekerja sama untuk membersihkan langit Jakarta dari polusi, insya Allah kesegaran udara Jakarta bukan lagi impian di saat liburan
Pagi ini, dari balik jendela ruangan kantor saya sudah mulai terlihat lagi asap hitam yang menghalangi pemandangan indah pegunungan di timur dan selatan Jakarta serta pemandangan gedung-gedung perkantoran dan hotel di sebelah utara dan barat. Ah, ternyata para pekerja yang cuti sudah mulai kembali masuk kerja, dan senin besok anak-anak sekolah di Jakarta mulai meramaikan lalu lintas. Itu semua berarti saya harus kembali berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan.
Kembali ke pertanyaan di awal tulisan, saya menjawab, “yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya, mungkin Allah menghendaki kita dapat menikmati suasana indah kota Jakarta sebelum kita kena tekanan batin oleh keruwetannya lagi.”
[lesson on 11012007]
happy birthday to dober, keep in faith bro!
Labels: lessons